Di era digital ini, media sosial menjadi wadah bagi banyak orang untuk berbagi segala aspek kehidupan mereka. Salah satu tren yang semakin marak adalah "flexing culture"  budaya pamer yang sering kali terlihat di berbagai platform sosial. Flexing tidak hanya sekedar berbagi prestasi, tetapi lebih kepada pamer kemewahan, barang-barang branded, atau gaya hidup yang dianggap mewah. Beberapa orang melakukannya sebagai bentuk kebanggaan atas pencapaian atau usaha keras yang telah dilakukan. Namun, ada juga yang melakukannya hanya untuk tampil keren di hadapan orang lain.

Meskipun sering dianggap sebagai cara untuk menunjukkan status sosial atau kekayaan, flexing juga menghadirkan pertanyaan besar tentang nilai sejati yang ingin disampaikan. Apakah ini memang bentuk kebanggaan yang layak dirayakan, atau hanya sekadar pencitraan untuk mendapatkan pengakuan dan perhatian dari orang lain? Ketika media sosial semakin mendominasi kehidupan kita, banyak individu yang merasa terdorong untuk menunjukkan sesuatu yang lebih "ideal" atau "sempurna" daripada kehidupan mereka yang sebenarnya. Hal ini mendorong munculnya tren flexing sebagai cara untuk mendapatkan validasi sosial dalam bentuk like, komentar, atau bahkan pengikut yang terus bertambah.

Dampak dari budaya flexing ini pun cukup signifikan, terutama bagi remaja dan orang-orang yang berada di bawah tekanan sosial. Sering kali, perbandingan sosial yang terjadi di media sosial dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang. Lihat saja bagaimana beberapa individu merasa harus memiliki barang-barang mewah atau menjalani gaya hidup tertentu agar bisa diterima atau dianggap sukses. Tanpa disadari, flexing dapat berujung pada kesenjangan antara dunia maya dan kenyataan, di mana kehidupan yang sebenarnya tidak selalu seindah yang ditampilkan.

Namun, di balik tren ini, ada sisi positif yang bisa diambil. Ketika seseorang berbagi pencapaian mereka dengan cara yang positif, seperti menunjukkan hasil kerja keras atau berbagi inspirasi, flexing bisa menjadi bentuk motivasi bagi orang lain. Selama tidak berlebihan dan tidak mengarah pada pencitraan kosong, flexing bisa menjadi cara yang sehat untuk merayakan pencapaian di play228. Namun, penting untuk diingat bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada bagaimana kita dilihat orang lain, melainkan pada pemahaman tentang diri kita yang sebenarnya.